20 Oktober 2008

Putus Sekolah?


Upaya Pemkot Menekan Angka Putus Sekolah
Pemkot telah mengumumkan alokasi dana pendidikan 20 persen dari APBD untuk tahun depan. Sekitar Rp 680 miliar (20 persen dari Rp 3,5 triliun) disiapkan untuk menggratiskan biaya sekolah dan perbaikan fasilitas. Prioritas utamanya, menekan angka putus sekolah hingga nol persen.

Keputusan mengalokasikan 20 persen APBD Surabaya untuk pendidikan ''memaksa'' badan perencanaan pembangunan kota (bappeko) bekerja cepat. Sebab, mengatasi persoalan pendidikan di Surabaya tidak sebatas mendistribusikan anggaran yang mencukupi. Lebih dari itu, harus disiapkan berbagai program lintas dinas untuk membuat program berjalan seluruhnya secara bersamaan.

Kepala Bappeko Tri Rismaharini menyatakan, dana pendidikan Rp 680 miliar tidak akan dikelola oleh satu lembaga. Pihaknya akan mendistribusikan dana tersebut kepada enam dinas. Dispendik menangani penyelenggaraan pendidikan, bagian perlengkapan menangani penyediaan mebel, serta badan arsip dan perpustakaan menyediakan sarana dan buku perpustakaan sekolah negeri.

Kemudian, dinas tata kota dan permukiman (DTKP) mengatasi pembangunan infrastruktur, badan pengelolaan tanah dan bangunan (BPTB) membebaskan lahan fasilitas sekolah negeri, badan pengelolaan keuangan menangani biaya operasional pendidikan (BOP) sekolah swasta, dan bappemas mengurus pendidikan anak usia dini (PAUD).

Dia menyebutkan, pengentasan anak putus sekolah menjadi prioritas utama. Karena itu, salah satu prioritas program pendidikan tahun depan adalah menutup seluruh biaya pendidikan anak usia sekolah. ''Semua anak usia sekolah SD akan mendapat bantuan Rp 50 ribu per bulan, sedangkan anak usia SMP Rp 100 ribu per bulan,'' katanya.

Kesulitannya, kata Risma, adalah menjaring anak putus sekolah. Selain itu, kendati pemkot sudah menyediakan bantuan untuk mereka, belum tentu mereka bersedia bersekolah. Sebab, mereka harus bekerja memenuhi kebutuhan keluarga. Khusus kasus seperti itu, pemkot juga akan mengintervensi keluarga si anak dengan pemberian bantuan. ''Kebutuhan sekolah seperti seragam, tas, dan sepatu juga akan kami penuhi,'' ungkapnya.

Untuk menjaring anak putus sekolah, pihaknya akan bekerja sama dengan kelurahan. Salah satu metodenya adalah memberdayakan pengurus RT/RW dalam pendataan. Bappeko juga berkoordinasi dengan Departemen Agama (Depag) untuk menjaring anak putus sekolah di kalangan pondok pesantren.

Bukan hanya itu. Mulai tahun depan, pemkot meng-cover biaya pendidikan seluruh siswa SMK negeri dan swasta. Jika tahun ini penggratisan biaya pendidikan hanya diperuntukkan SMKN negeri, tahun depan ada sekitar 31.267 siswa SMK swasta yang bakal terimbas kebijakan yang sama. Tiap bulan mereka akan mendapat bantuan pendidikan Rp 150 ribu.

Prioritas kedua, kata Risma, berkiblat untuk membangun infrastruktur pendidikan. Anggaran yang diplot untuk infrastruktur mencapai Rp 168 miliar. Dana segar sebesar itu akan digunakan menangani rehab gedung, sekolah overload, dan merger.

Pemkot juga mengubah model pembangunan gedung sekolah. Sebelumnya, rehab sekolah dilakukan terhadap satu per satu sekolah. Tahun depan, pembangunan dilakukan dalam satu kompleks. ''Misalnya, di kompleks SDN Kaliasin terdapat lima sekolah. Maka, konsep pembangunannya adalah seluruh kompleks, bukan per sekolah,'' jelasnya.

Sejumlah sekolah juga bakal dimerger. Bagi sekolah yang kelasnya overload, pemkot bakal membangun ruang kelas tambahan. Risma mencontohkan SDN Sememi 1 dan 2 yang akan dimerger dan ditambah ruang kelasnya. Gedung sekolah itu juga akan diperbaiki karena di beberapa bagian sudah rusak. Total anggaran yang disediakan untuk menyulap sekolah tersebut Rp 777.094.770.

Model yang sama diterapkan untuk memperbaiki SD-SD di kota ini. Risma menyebutkan, satu kompleks sekolah rata-rata mendapat plot anggaran Rp 1 miliar-Rp 2 miliar. ''Tidak setiap kompleks sekolah mendapat dana yang sama. Semua bergantung kebutuhan. Ada yang cukup dimerger, ada yang harus ditambah kelasnya, ada juga yang perlu diperbaiki total,'' terang perempuan berjilbab tersebut.

Tak sekadar itu, pembangunan fisik harus diikuti penyediaan fasilitas berkelas internasional. Karena itu, pembangunan laboratorium dan sarana olahraga akan digenjot. Upaya tersebut juga diiringi dengan menyekolahkan para pendidik di kota ini. Dengan begitu, yang berkelas internasional bukan sekadar fasilitasnya, tapi juga mutu para gurunya.

Prioritas ketiga adalah menambah beberapa sekolah di kota ini. Berdasar survei yang dilakukan pemkot, belum semua kecamatan memiliki satu SMA. Padahal, ada 31 kecamatan di kota ini. Jumlah SMA baru 22 sekolah. Idealnya, di satu kecamatan ada satu SMA. Penambahan SMA akan dilakukan bertahap. Tahun ini ada penambahan tiga SMA baru.

Untuk menggenjot peminat sekolah kejuruan, pemkot juga akan membangun tiga unit sekolah baru. Rencana semula hanya ada dua SMKN yang dibangun. Namun, lantaran antusias warga kota terhadap SMK melonjak, pemkot menambah satu lagi.

Selain itu, untuk mengatasi kesenjangan jumlah murid SD yang masuk ke SMP, dua SMPN baru akan didirikan. Akan dianggarkan Rp 3 miliar untuk pembangunan masing-masing sekolah baru itu.

Pemkot juga menjanjikan membangun satu SDN SLB di kota ini. Saat ini, hanya SDN Klampis Ngasem yang menampung anak-anak dengan keterbatasan fisik. Karena itu, sekolah khusus anak-anak cacat perlu dibangun. ''Rencananya bertahap. Nanti juga dibangun SMP SLB,'' tutur alumnus ITS itu.

Secara keseluruhan, pemkot juga menyiapkan anggaran Rp 8,046 miliar untuk memperbaiki 22 SMA di Surabaya; Rp 1,6 miliar untuk 11 SMKN; Rp 7,6 miliar untuk 42 SMPN; dan Rp 88,6 miliar untuk 576 SDN di kota ini.

Agar program yang direncanakan sesuai jadwal, Wali Kota Bambang D.H. meminta agar Dispendik curi start pada akhir tahun ini untuk sesegera mungkin menjalankan program yang bisa direalisasikan. ''Minimal perencanaannya harus matang. Dengan demikian, begitu tahun anggaran 2009 dimulai, dinas pendidikan bisa tancap gas merealisasikan programnya,'' tegasnya.

Bambang menyadari, alokasi anggaran 20 persen merupakan tanggung jawab berat bagi pemkot. Karena itu, saat ini pemkot terus menyosialisasikan kebijakan tersebut. Beberapa waktu lalu, berbagai pelatihan untuk para Kasek SD hingga SMA/SMK negeri/swasta dilaksanakan. Pelatihan itu ditujukan untuk membuat perencanaan serta laporan pertanggungjawaban.

Dia tidak ingin, gara-gara ketidaktahuan kepala sekolah dalam membuat perencanaan dan laporan pertanggungjawaban, mereka bisa terlibat persoalan hukum. Karena itu, dia meminta agar bina program, badan pengelolaan keuangan, serta badan kepegawaian daerah (BKD) turut mengawal penyelenggaraan pendidikan. (kit/fat)

Sumber : Jawa Pos 20 oktober 2008