16 Oktober 2008

Alih Kode


Pengertian Alih Kode.
Dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual sering terjadi kontak bahasa yang dapat memunculkan gejala alih kode. Alih kode ialah beralihnya penggunaan suatu kode ke dalam kode lainnya. Kode yang dimaksud ialah istilah netral yang dapat mengacu kepada bahasa, dialek, sosiolek, atau ragam bahasa.
Suwito (1996 : 6) memberi pengertian alih kode sebagai peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Jadi, apabila seorang penutur mula-mula menggunakan kode bahasa A, misalnya bahasa Indonesia, dan kemudian beralih menggunakan kode bahasa B, misalnya bahasa Bima, maka peralihan pemakaian seperti tersebut disebut alih kode.
Kridalaksana (2008 : 9) memberikan pengertian alih kode sebagai penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa lain dalam satu peristiwa bahasa sebagai strategi untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain atau karena adanya partisipan lain.
Alih kode menurut Ibrahim (1995 : 217) ialah peralihan dari satu bahasa ke bahasa lin dengan cara yang teratur dengan kaidah-kaidah (rule-governed) dan bukan secara acak.
Much. Khoiri dan Fahri dalam Prasasti (nomer 2 tahun I april 1991 : 20) mengatakan alih kode ialah peralihan kode bahasa dalam ujaran penutur ; misalnya peralihan dari ragam bahasa satu ke ragam bahasa lain, dari dialek sati ke dialek lain, atau dari register satu ke register lain.
Nababan (1993 : 16) mengatakan bahwa alih kode terjadi kalau keadaan berbahasa itu menuntut penutur mengganti bahasa atau ragam bahasa yang sedang dipakai.
Kode yang berupa variasi bahasa yang umumnya akan menggunakan unsur bahasa lain. Hal ini disebabkan adanya saling ketergantungan antarbahasa yang dikuasai, dengan siapa dia berbicara, dan bagaimana situaisinya. Untuk lebih menekankan suatu maksud agar menggunakan unsur bahasa lain untuk kelancaran berkomunikasi.
Alih kode pada dasarnya merupakan peristiwa peralihan penggunaan kode ke kode lainnya. Peristiwa ini pada hakikatnya merupakan salah satu aspel saling ketergantungan bahasa (language depancy) dalam masyarakat bilingual. Penutur bahasa dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual ini menjadi tidak mungkin menggunakan satu bahasa secara mutlak tanpa sedikit memanfaatkan bahasa atau unsur bahasa lainnya dalam proses penggunaan dua bahasa atau lebih sebagai akibat adanya perubahan situasi.
Chaer dan Agustina (2004 : 41) mengemukakan dengan sebuah ilustrasi, yaitu percakapan antarmahasiswa yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang tidak sama. Dan dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa peristiwa pergantian bahasa dari bahasa bima ke bahasa Indonesia, atau berubahnya dari ragam santau menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi ke ragam santai disebut peritiwa alih kode.
Wujud linguistik alih kode yang lazim muncul itu adalah (1) alih kode antarkalimat (intersentential code-switching), (2) alih kode intraklaimat (intrasentential code-switching,, dan (3) alih kode buntut kalimat. (tag code-switching).
Alih kode merupakan istilah yang sangat umum dalam kajian sosiolinguistik, yaitu pemakaian dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa secara bergantian oleh penutur yang sama (yang dwibahasawan). Pemakaian alih kode ini bukanlah merupakan suatu kebetulan atau terjadi secara sembarang, dan bukan pula merupakan kekacauan pemakaian bahasa seperti banyak dikatakan orang, melainkan ditentukan oleh berbagai keadaan sosial dan situasional serta sarat dengan makna sosial. Dalam alih kode pemakaian dua (atau lebih) bahasa itu ditandai oleh kenyataan bahwa (1) masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya dan (2) fungsi masing-masing bahasa itu disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteksnya

tulisannya Oktavia Catur Handini


Dalam hitungan beberapa tahun yang lalu…telah mendamparkanku dalam keterasingan hidup…
mencoba memberi kesempatan padaku untuk mulai berdiri tanpa bantuannya
bahkan untuk sekedar melihatku, tumbuh menjadi seseorang…
meretas memory, mengingatkanku kembali padanya…
bahkan lazuardi kasih sayang yang sempat dititipkannya untukku masih kugenggam hingga sekarang, bahkan mungkin untuk selamanya, karena aku tak mampu untuk meninggalkannya walau dalam angan

dan…akhirnya aku kembali dapat menemuinya, bersua dan menangis berdua bersamanya
dalam hitungan detik…yah hanya dalam hitungan detik
karna ia tidak ingin air mata ini kembali ada untuknya, dia tidak ingin aku menangis!!!
dan aku sungguh tahu itu, karena air mata ini takkan pernah ada setelah dia meminta ijin untuk meninggalkanku, dalam beribu dekade..

kusaksikan kembai semuanya, tampak biasa dan sederhana..
hanya ada daun-daun kamboja yang hadir menemaniku ketika aku mengunjunginya…
juga tak ada tangis, ataupun tawa…
semuanya membisu…
kuletakkan kembali lazuardi kasih sayang yang dulu diberikannya untukku
dan perlahan aku berbisik ” SELAMAT HARI IBU”